Postingan

Menampilkan postingan dengan label Lifestyle

Virtual Running Race: Alternatif Lomba Lari Murah

Gambar
Lomba lari, sekarang sudah banyak diminati oleh semua orang, tidak terbatas usia, dan wilayah. Misalnya saja lomba Mandiri Jogja Marathon 2017, yang diadakan di Yogyakarta, ribuan orang dari luar kota mau datang ke Yogyakarta secara sukarela untuk mengikuti kompetisi tersebut. Begitu juga dengan Maybank Bali Marathon, Bank Jatenk Borobudur Marathon, dan berbagai marathon-marathon di Indonesia dan di dunia. Sebagai informasi tambahan, setiap mengikuti marathon itu nggak murah. Misalnya aja buat Bali Marathon yang saya pernah ikut di 2015, paling tidak harus mempersiapkan uang Rp4.000.000,- dimana bayar lomba nya udah 325rb, terus bayar akomodasi (pastinya pesawat Jogja - Denpasar PP Rp2juta) belum juga nginep tiga hari dua malam (kayaknya habis Rp1,25juta), makan, dan pritilan-pritilan lomba lainnya.  Kalau dipikir-pikir mahal juga ya ikutan lomba lari! Dan banyak banget yang seperti saya, setiap tahun bisa ikut empat hingga enam lomba lari baik di dalam wilayah maupun luar

Website Review - Direktori Anak Mall Gotomalls.com

Gambar
Mall Paling Hits di Jakarta versi Saya, Pasific Place Kalau ditanya apa hobi saya? Hobi yang paling murah adalah nge-mall. Ya karena di mall, saya bisa menghabiskan waktu berjam-jam, jalan-jalan, liat-liat barang, dan nggak beli! Selain itu, di mall kita juga bisa ngadem, berteduh, maupun nyicipin makanan gratis (biasanya ada lho di supermarketnya). Hampir semua mall di kota besar di Pulau Jawa pada khususnya pernah saya samperin. Ya iyalah, kan sosialitak! Selain itu, saya juga pernah mampir ke beberapa mall di Bali, Makassar, dan Medan waktu perjalanan dinas dulu. Pada dasarnya sama aja sih, nggak berkesan banyak. Namanya juga mall. Nah, setelah direkomendasikan teman, saya menemukan portal menarik dengan nama Gotomall . Kayaknya oke banget nih, buat anak mall kayak saya, dan teman-teman socialite saya. Karena dulu pernah menemukan berbagai masalah, seperti mau pergi ke mall mana, atau mau makan di mall mana, atau cari barang cepet yang tenant nya ada di mall mana. Harapanny

Gambaran Umum tentang "Career Path" si Kutu Loncat

Gambar
Setiap tahun di kampus saya, setidaknya ada empat kali periode wisuda, Januari, April, Agustus, Oktober. Nggak bisa dibayangkan kan, berapa banyak di Indonesia ini menelurkan wisudawan baru, baik diploma, sarjana maupun paska sarjana. Apapun itu, wisuda merupakan selebrasi yang wajib dirayakan, karena datangnya cuma sekali dalam setahun. Beberapa adik angkatan saya di kuliah, sering bertanya mengenai "baiknya gimana nih habis wisuda? mau ngapain atau kerja dimana?". Dan saya sendiri sebagai generasi Y (sekarang generasi Z), nggak bisa menyimpulkan enaknya kerja dimana, karena saya sendiri merasa nggak sukses buat urusan karir. Padahal saya-nya dulu kerja di Career Network Center, which is HR Consulting yang ngurusin orang cari kerja. Namun, saya nggak mau adik-adik angkatan saya mengikuti langkah yang sama. Generasi Y dan Z, pada umumnya suka berpindah kerja. Sering pindah kerja ini, sering disebut kutu loncat (aku sih nggak suka dengan istilahnya, karena ini istilah

Berhadapan dengan PRO? Perhatikan Hal ini biar Gak Rugi

Gambar
Pada beberapa waktu lalu, di saat sibuk-sibuknya, saya ditawari teman untuk membantu roadshow sebuah acara talkshow teknologi terkemuka. Nah, sangat disayangkan, vendor yang menanganinya adalah bukan orang yang profesional (PRO). Memang dari berbagai hal, karakter personal dari lead vendor ini memang tidak mencerminkan orang yang pro, sehingga mau nggak mau, kami terjebak pada hal-hal yang lumayan disayangkan ketika membantu mereka. Untuk menghindari lagi hal-hal tersebut, berikut hal yang perlu diamati untuk mengetahui partner kita adalah orang yang pro atau tidak. 1. Nomor Handphone Nomor handphone itu penting sebagai representatif profesionalisme. Pada dasarnya orang yang pro selalu menggunakan nomor paska bayar; misalnya kartu Halo dari Telkomsel (dengan nomor depan 0811xxxxx), atau Matrix (dengan nomor depan (0816xxxx atau 0855xxxx). Mengapa demikian? Karena orang yang pro berinvestasi pada bagaimana membangun jaringan/network, dan reputasi diri mereka. Apabila kamu beker

Budaya "Too Negative" di Indonesia

Gambar
Ketika saya bekerja di perusahaan desain US yg berbasis di Kuala Lumpur beberapa tahun lalu, sering kali boss saya bilang "Hey you, that's too negative", ketika saya pesimis atau merespons sesuatu yg tidak mungkin bisa dilakukan. Ini menjadi motivasi bagi saya, bahwa segala sesuatu itu harus positif dan dengan semangat. Saya-pun flashback ketika kuliah di MMUGM yg waktu itu dosen-nya adalah bu Ida, yg dia juga sering mengajar di luar negeri. Kami di kelas Business Communication, sering diajarkan untuk selalu berkomunikasi dengan positif. Bahkan untuk hal-hal kecil yang disampaikan seperti kuis. Misalnya saja merubah kalimat "Dilarang Buang Sampah Disini" menjadi "Buanglah Sampah pada Tempatnya". Ini mengandung dua muatan, dimana kalimat pertama adalah paksaan dan negatif. Nah, mengenai komunikasi positif-negatif ini, juga saya rasakan ketika bekerja di perusahaan Indonesia. Betapa jetlagnya ketika di perusahaan luar selalu diajarkan sesu

Apps Review: Naik UBER Gratis!

Gambar
Free Ride pakai UBER Jika GOJEK dan GRAB memiliki reputasi yang bagus di kancah, per-ojek-an, beda lagi jika kamu ingin bepergian dengan mobil. UBER merupakan salah satu aplikasi sharing riding dimana memungkinkan para rider dan driver berbagi tumpangan di tempat tujuan, dengan kesepakatan berbayar. Konflik mengenai UBER dengan taksi lokal memang sudah banyak dibicarakan. Seperti demo besar dengan kerusakan yang terjadi di Jakarta pada Maret 2016 lalu, atau demo di Prancis pada 2015 lalu, memang menjadikan orang waswas jika berkendara lewat UBER. Terlebih tanpa adanya nanungan hukum (misal dibandingkan dengan taksi Taksi yang dinaungi PT. X), tentu saja bagi penumpang yang early adopter technology, ini menjadi suatu hal yang mengkhawatirkan. Dilain sisi, para pemain transportasi khususnya Taksi, juga menjadi waswas karena nantinya, orang-orang akan lebih memilih menggunakan jasa ini daripada Taksi biasa dikarenakan lebih murah. Menurut saya, UBER bukan taksi, tapi

BERLARI: Cuma itu yang Aku Lakukan di 2015 dan Saya Menyenanginya

Gambar
Setiap orang punya kebanggaannya sendiri-sendiri. Ada yang bangga punya rumah banyak, mobil mewah, gaji selangit, ataupun menikah dan punya anak. Begitu pula dengan saya. Saya sendiri memang tidak punya hal yang bisa dibanggakan jika dibandingkan dengan orang lain seusia saya. Beberapa orang di usia saya pada umumnya sudah menikah, sudah punya anak, punya pekerjaan tetap dengan gaji selangit, atau punya mobil sendiri. Namun saya bangga dengan kebahagiaan yang saya punyai sekarang. Solo Open 10K - Maret 2015 Di tahun 2015 ini, jika dilihat setahun kebelakang (awal tahun 2015 maksudnya), untuk performa finansial dan karir memang tidak bagus dari tahun-tahun sebelumnya. Namun saya tidak ambil pusing dengan hal tersebut, karena life must go on. Tahun ini menurut saya adalah tahun olahraga, karena semua kebanggaan yang saya punyai semua terkait dengan bidang olahraga. Di usia seperempat abad ini, saya menyadari bahwa performa fisik pada umur ini adalah paling optimal, dan sete

Mengapa Biaya Makan di Tiap Kota Beda-beda?

Gambar
Pernahkah kamu mengeluhkan mengapa hidup di kota (besar) seperti Jakarta atau Surabaya lebih mahal daripada Yogyakarta atau Solo? Misal kamu beli nasi ayam di pinggiran jalan di Jakarta, bisa habis Rp 25.000,- dan di Surabaya habis Rp 18.000,-, sedangkan di Jogja, kamu cuma ngeluarin duit Rp 10.000,- sudah termasuk minum. Berikut mengapa alasan mengapa biaya hidup (khususnya buat makan) di suatu kota bisa mahal. Makan biasa aja Faktor Produksi dan Teori Ekonomi Klasik Kembali kepada teori ekonomi mengenai permintaan dan penawaran, bahwa adanya permintaan dan penawaran tersebut dikarenakan tidak adanya faktor produksi yang memadahi, misalnya bahan-bahan makanan, tenaga kerja, alat produksi, dan lahan tempat memproduksi sesuatu. Semakin sedikitnya faktor produksi yang dimiliki suatu wilayah, maka akan mendorong wilayah tersebut melakukan permintaan kepada wilayah lain, yang nantinya menyebabkan biaya dari suatu produk tersebut tinggi. Misalnya saja di Jakarta. Jakarta ti

6 Alasan Kamu Harus Ikut Night Run

Gambar
Olahraga berlari, belakangan ini sedang nge-tren di kalangan anak muda Indonesia. Lima tahun yang lalu, kalau ngeliat orang lari di jalan-jalan protokol, pastinya kamu bakal nggak jauh-jauh ngira kalau dia lagi (1) dikejar preman atau polisi, (2) ketinggalan bus atau kereta, (3) maling. Tapi sekarang, olahraga ini menjadi happening, karena semua orang bisa ikut kegiatan ini. Pernah dateng night-run? Meski nggak melulu kompetisi, ada juga kegiatan rutin lari malam untuk sekedar mencari keringat saja. Di berbagai kota besar di Indonesia, ada komunitas Indorunners yang menjadi pelopor kegiatan night run ini, seperti di kota Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, dan Surabaya. Buat yang belum pernah ikutan, coba aja, karena kegiatan ini banyak manfaatnya bagi kamu. Berikut beberapa alasan mengapa kamu harus ikut night-run di kota kamu berada. 1. Sarana Berolahraga Menjaga Kesehatan Namanya juga night-run, pastinya disana kamu bakal olahraga lari dong. Jangan lupa ketika berla

Rainbow Act: Biasa Aja Tuh!

Gambar
Beberapa waktu yang lalu, pemerintah US mengumumkan untuk pelegalan pernikahan sesama jenis di negara mereka. Selanjutnya, banyak di sosial media kita, mengunggah foto profil dengan nuansa pelangi, untuk merayakan hal tersebut. Hal ini sebenarnya tidak terlalu mencengangkan bagi saya, dikarenakan beberapa waktu yang lalu sudah banyak negara bagian di negara tersebut melegalkannya. Bahkan beberapa negara lain di Eropa, telah mempelopori hal tersebut. Namun baru sekarang di halaman facebook saya ramai perbincangan  tentang hal tersebut, dari segi agama, science, budaya, hingga hal-hal yang nggak mutu.  Jadi hal tersebut menurut saya nggak surprising. Di acara TV favorit saya, GLEE, sudah menayangkan beberapa cerita mengenai Kurt dan Blain, serta Santana dan Britanny, yang akhirnya menikah di season 6. Dan menurut saya sah-sah saja karena itu hanyalah gambaran dari sebagian kehidupan Amerika (dan masyarakat dunia), yang digambarkan dalam film. Selain itu, untuk yang real life,