Berhadapan dengan PRO? Perhatikan Hal ini biar Gak Rugi



Pada beberapa waktu lalu, di saat sibuk-sibuknya, saya ditawari teman untuk membantu roadshow sebuah acara talkshow teknologi terkemuka. Nah, sangat disayangkan, vendor yang menanganinya adalah bukan orang yang profesional (PRO). Memang dari berbagai hal, karakter personal dari lead vendor ini memang tidak mencerminkan orang yang pro, sehingga mau nggak mau, kami terjebak pada hal-hal yang lumayan disayangkan ketika membantu mereka.

Untuk menghindari lagi hal-hal tersebut, berikut hal yang perlu diamati untuk mengetahui partner kita adalah orang yang pro atau tidak.

1. Nomor Handphone
Nomor handphone itu penting sebagai representatif profesionalisme. Pada dasarnya orang yang pro selalu menggunakan nomor paska bayar; misalnya kartu Halo dari Telkomsel (dengan nomor depan 0811xxxxx), atau Matrix (dengan nomor depan (0816xxxx atau 0855xxxx). Mengapa demikian? Karena orang yang pro berinvestasi pada bagaimana membangun jaringan/network, dan reputasi diri mereka. Apabila kamu bekerjasama atau berpartner dengan orang yang menggunakan nomor cabutan atau baru (misal kartu AS dengan prefiks 0852xxxxxxx, Tri 0899xxxxxxx, atau AXIS 0838xxxxxx) kayakya perlu berpikir ulang karena mereka kadang tidak serius.

2. Alamat Email
Hal kedua yang bisa kamu amati adalah alamat email. Para profesional tidak akan membuat alamat email yang alay (misalnya fey877288@gmail.com), atau email yang bersifat menipu (misalnya: fai.pertamina.telkomsel@gmail.com). Jika kamu berpartner dengan perusahaan (baik UMKM atau korporat), pastinya mereka akan memberi kamu email dengan domain nama perusahaan. Namun jika kamu berpartner dengan orang / personal profesional, kamu akan mendapatkan alamat email sesuai dengan nama dia (misal mr.guo.liang.chen@gmail.com untuk mr.Chen)

3. Pakaian
Ketika meeting, atau bertemu di suatu tempat untuk berbisnis. Profesional tidak akan menggunakan kaos oblong, celana pendek, dan sandal jepit swallow. Memang terkadang beberapa pelaku start-up, atau pebisnis sering melakukannya, berdalih mereka "start-up". Namun apapun alasannya, ini belum tentu diterima di sisi profesional. Walaupun menggunakan kaos oblong, setidaknya ada logo perusahaan untuk mencerminkan "anda siap untuk bertemu" untuk berbisnis. Selain itu, meski dalam suasana party atau meet-up informal, para profesional akan selalu menjaga penampilannya. 

4. Perilaku dan Bahasa
Yah, ini yang paling menjadi perhatian, yaitu perilaku dan bahasa. Beberapa orang yang saya temui, bahkan dari venture capital sekalipun, terkadan lupa bahwa mereka berbisnis, bukan mengajak temannya bermain atau menjual barang di pasar (meski sekarang berjualan di pasar tradisional juga memperhatikan perilaku dan bahasa). Ketika kamu sedang berbisnis, cobalah untuk selalu profesional dalam bertutur kata, termasuk juga impresi perilaku, ataupun memberikan feedback ketika berbicara. Dan ketika kamu mendapati hal yang tidak menyenangkan ketika berdiskusi atau meeting, tinggalkan saja mereka. 

Trend sekarang memang berbeda kata orang-orang. Namun bukan berarti ketika berbisnis atau sedang meeting, boleh meninggalkan hal-hal yang tidak profesional.

Memang rejeki nggak akan kemana, namun hendaknya kita juga menjaga profesinalisme kita ketika berbisnis atau berpartner dengan orang lain. Dengan menjadi orang yang profesional, kamu bakal terus dikenal dan dihargai oleh orang lain. Lets be a PRO!



Komentar

Postingan populer dari blog ini

6 Dokumen yang Harusnya Gak Perlu Pas Ngelamar Kerja.

Gambaran Umum tentang "Career Path" si Kutu Loncat

Mengapa Biaya Makan di Tiap Kota Beda-beda?