Budaya "Too Negative" di Indonesia


Ketika saya bekerja di perusahaan desain US yg berbasis di Kuala Lumpur beberapa tahun lalu, sering kali boss saya bilang "Hey you, that's too negative", ketika saya pesimis atau merespons sesuatu yg tidak mungkin bisa dilakukan. Ini menjadi motivasi bagi saya, bahwa segala sesuatu itu harus positif dan dengan semangat.

Saya-pun flashback ketika kuliah di MMUGM yg waktu itu dosen-nya adalah bu Ida, yg dia juga sering mengajar di luar negeri. Kami di kelas Business Communication, sering diajarkan untuk selalu berkomunikasi dengan positif. Bahkan untuk hal-hal kecil yang disampaikan seperti kuis. Misalnya saja merubah kalimat "Dilarang Buang Sampah Disini" menjadi "Buanglah Sampah pada Tempatnya". Ini mengandung dua muatan, dimana kalimat pertama adalah paksaan dan negatif.

Nah, mengenai komunikasi positif-negatif ini, juga saya rasakan ketika bekerja di perusahaan Indonesia. Betapa jetlagnya ketika di perusahaan luar selalu diajarkan sesuatu yang positif, disini dirubah menjadi 180 derajat yg totally negatif. Tak jarang keluar kata2 "goblog" atau "kamu bodoh, gak bakal bisa melakukan itu" dan sebagainya. Bukan masalah mentalitas, tapi totally saya tersinggung dengan hal tersebut karena disini sudah sangat negatif bagi saya.

Anyway, thats the fact. Budaya! Di Indonesia, kita tidak banyak diajarkan untuk positif. Mungkin karena memang takdirnya negara jajahan, dan secara tidak langsung orang-orang kita menjadi ikut-ikutan hobi mengata-ngatain secara negatif. Itulah mengapa Indonesia tidak maju, karena terlalu negatif dan pesimis. Itu juga yg membuat banyak orang Indonesia berprestasi pindah ke negara lain. Karena budaya "too negative" tidak bisa membuat kita lebih berkompetisi untuk berprestasi.

Kita mungkin nggak bisa merubah hal-hal budaya tersebut di Indonesia, but at least, kita bisa mulai membiasakan diri untuk be positive. Itu membuat kita lebih semangat. Manajer saya dulu bilang, kalau disini (perusahaan Indonesia), musti dibiasakan ya dengan suasana (negatif) seperti ini. Tapi menurut saya, "no way" karena kita masih bisa memilih.

Jika ditanya, "kamu mau tinggal/kerja di Indonesia atau di luar negeri", saya akan jawab diluar negeri. Bukan karena nggak cinta Indonesia, tapi lebih pada saya ingin positif untuk maju.

Postingan populer dari blog ini

6 Dokumen yang Harusnya Gak Perlu Pas Ngelamar Kerja.

Gambaran Umum tentang "Career Path" si Kutu Loncat

Mengapa Biaya Makan di Tiap Kota Beda-beda?