Mengapa Biaya Makan di Tiap Kota Beda-beda?

Pernahkah kamu mengeluhkan mengapa hidup di kota (besar) seperti Jakarta atau Surabaya lebih mahal daripada Yogyakarta atau Solo? Misal kamu beli nasi ayam di pinggiran jalan di Jakarta, bisa habis Rp 25.000,- dan di Surabaya habis Rp 18.000,-, sedangkan di Jogja, kamu cuma ngeluarin duit Rp 10.000,- sudah termasuk minum. Berikut mengapa alasan mengapa biaya hidup (khususnya buat makan) di suatu kota bisa mahal.

Makan biasa aja

Faktor Produksi dan Teori Ekonomi Klasik
Kembali kepada teori ekonomi mengenai permintaan dan penawaran, bahwa adanya permintaan dan penawaran tersebut dikarenakan tidak adanya faktor produksi yang memadahi, misalnya bahan-bahan makanan, tenaga kerja, alat produksi, dan lahan tempat memproduksi sesuatu. Semakin sedikitnya faktor produksi yang dimiliki suatu wilayah, maka akan mendorong wilayah tersebut melakukan permintaan kepada wilayah lain, yang nantinya menyebabkan biaya dari suatu produk tersebut tinggi.

Misalnya saja di Jakarta. Jakarta tidak memiliki kebun, sawah, atau peternakan sebagai sumber daya produksi (yang nantinya bisa jadi beras, ayam, dan sayuran), sehingga menuntut orang-orang yang ada di kota tersebut melakukan permintaan kepada wilayah sekitarnya, seperti Bogor, Depok, dan Bekasi. Nah, biaya untuk mengangkut mengangkut beras, ayam, dan sayuran tadi dari Bogor, tentunya mahal sehingga akan dibebankan kepada para konsumennya. 

Selain itu, meskipun di Jakarta sudah ada bahan produksinya, belum tentu semua warga Jakarta bisa mengolahnya. Alhasil, yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (makan), yaitu dengan mengkaryakan orang-orang yang ahli masak (mungkin dari Lamongan, Karawang, Cirebon, dsb). Dan tentu saja, mempekerjakan orang dari luar kota tentu lebih mahal daripada mempekerjakan orang-orang lokal sendiri.

Berbeda dengan Yogyakarta. Di Yogyakarta, kamu bisa menemukan sawah, kebun, dan peternakan lokal, yang mana dikelola oleh orang-orang disekitarnya. Dengan demikian, ketika mereka membutuhkan sesuatu, mereka akan ambil sendiri dari tempat dimana dia berada, sehingga lebih murah karena tanpa biaya transportasi dan handling barang.


Nasi Ayam di Kota Kecil
Nasi Ayam = Nasi + Ayam + Goreng

Nasi Ayam di Kota Besar
Nasi Ayam = Nasi + Ayam + Goreng + Biaya Transport Ambil Ayam&Nasi + Biaya Tukang Masak


Ada Pihak Ketiga
Kemungkinan mengapa biaya hidup di tempat tinggal kamu mahal salah satunya adalah karena adanya pihak ketiga. Pihak ketiga disini bisa jadi makelar, trader, pemerintah, atau pihak lain yang bertanggung jawab. (FYI, pihak pertama yaitu kamu, pihak kedua yaitu penjual). Pihak ketiga disini, biasanya memainkan peran sebagai pihak perantara, dimana sebelum kamu beli barang, nantinya dia yang akan mengatur.

Peranan pengatur, biasanya dilakukan oleh pemerintah, salah satunya yaitu urusan beras. Ada kan ya, harga beras rata-rata yang dipublikasikan pemerintah (biasanya beras miskin), biar harga beras tetap stabil. Mungkin juga beberapa komoditi makanan seperti bawang, cabai, dan sebagainya. Ini merupakan hal yang wajar. Hal ini menjadi tidak wajar jika yang mengatur adalah perusahaan swasta yang mengatur segalanya untuk mendapatkan keuntungan. Kayaknya nggak perlu dibahas kali ya perusahaan apa, karena pada tahu sendiri kan.

Nah pihak ketiga ini juga bisa gambling buat segala yang mereka punya, seperti kekuasaan, sumberdaya, dan informasi. Tentunya, ini bikin harga-harga jadi mahal. Kamu pastinya pernah dengar kan, kenapa harga cabai (bukan cabe-cabean) bisa selangit. Salah satunya karena ada makelar, perantara antara petani cabai dan penjual di pasar, yang memainkannya. Ketika petani cabai dapat harga Rp 25.000/kilo dan harga yang dibeli kamu Rp 75.000/kilo, berarti ada keuntungan sekitar Rp50.000/kilo di perantara (dan salah satunya oleh makelar). Jadilah nasi padang favorit kamu, harganya ikut-ikutan naik karena satu komponen ini.




Nasi Ayam di Kota Besar I
Nasi Ayam = Nasi + Ayam + Goreng + Biaya Transport Ambil Ayam&Nasi + Biaya Tukang Masak
 + Pajak (PPN 10%)


Gaya Hidup di Lingkungan Tempat Tinggal Kamu
Gaya hidup di lingkungan sekitar juga mempengaruhi biaya hidup. Misalnya di Jakarta, sepertinya hampir semua orang suka makan di mall, kafe, atau resto. Selain itu, syarat untuk makan yang dimakannya, harus sehat, higienis, nutrisinya sesuai dengan standar yang ada di tv, dan enak dilihat. Beda dong ya, dengan beberapa orang-orang di daerah (Bantul misalnya). Kayaknya disitu nggak perlu sampai makan yang sesuai standar tv dan orang-orang kebanyakan, yang penting sehat aja. Lagian juga makan di kafe atau resto mahal tentunya (juga gak banyak kafe di Bantul), dan lebih enak makan dirumah sendiri.


Nasi Gudeg Biasa vs Nasi Gudeg yang Jual Mbak2 Cantik


Nasi Ayam di Kota Besar II
Nasi Ayam = Nasi + Ayam + Goreng + Biaya Transport Ambil Ayam&Nasi + Biaya Tukang Masak 
+ Pajak (PPN 10%) 
+ Brand + Tempat yang Cozy + Tampilan yang menarik (Plating) + Kualitas bahan impor + Pajak Pelayanan 


Itu sedikit gambaran mengenai mengapa makan di tiap wilayah beda-beda. Memang sih, upah/gaji yang diberikan juga beda-beda. Kalau gitu, sok atuh nggak usah ngeluh kenapa harga per makan di masing-masing kota, beda-beda.


Postingan populer dari blog ini

6 Dokumen yang Harusnya Gak Perlu Pas Ngelamar Kerja.

Gambaran Umum tentang "Career Path" si Kutu Loncat