Lagi ngelamar kerja? Nah, beberapa kali saya menemukan iklan, dimana persayaratannya ribet banget, dan itupun masih dalam tingkatan seleksi administratif. Dan uniknya disini, banyak lowongan yang mensyaratkan pengumpulan dokumen-dokumen yang menurut saya nggak penting. Di lain sisi, saya pernah bekerja jadi HR selama 3 tahun, dan kadang juga beberapa pelamar mengumpulkannya dengan berkas yang dikumpulkan. Berikut beberapa dokumen yang menurut saya nggak penting pas ngelamar kerja. Semua musti online bro! 1 . SKCK (Surat Keterangan Catatan Kepolisian) Mengapa ini nggak penting? Sebenarnya para pelamar nggak perlu untuk mengumpulkan ini, karena ini ribet banget ngurusnya. Terlebih jika kamu tidak tinggal di daerah asal (atau tempat kelahiran). Bayangkan aja, surat ini hanya berlaku selama 6 bulan, dan ngurusnya yang ribet itu, dari RT, RW, Lurah, Camat, Polisi itu nggak bisa sehari juga kan tentunya. Selan itu, selama 6 bulan surat dikeluarkan, belum tentu si pemilik surat
Setiap tahun di kampus saya, setidaknya ada empat kali periode wisuda, Januari, April, Agustus, Oktober. Nggak bisa dibayangkan kan, berapa banyak di Indonesia ini menelurkan wisudawan baru, baik diploma, sarjana maupun paska sarjana. Apapun itu, wisuda merupakan selebrasi yang wajib dirayakan, karena datangnya cuma sekali dalam setahun. Beberapa adik angkatan saya di kuliah, sering bertanya mengenai "baiknya gimana nih habis wisuda? mau ngapain atau kerja dimana?". Dan saya sendiri sebagai generasi Y (sekarang generasi Z), nggak bisa menyimpulkan enaknya kerja dimana, karena saya sendiri merasa nggak sukses buat urusan karir. Padahal saya-nya dulu kerja di Career Network Center, which is HR Consulting yang ngurusin orang cari kerja. Namun, saya nggak mau adik-adik angkatan saya mengikuti langkah yang sama. Generasi Y dan Z, pada umumnya suka berpindah kerja. Sering pindah kerja ini, sering disebut kutu loncat (aku sih nggak suka dengan istilahnya, karena ini istilah
Pernahkah kamu mengeluhkan mengapa hidup di kota (besar) seperti Jakarta atau Surabaya lebih mahal daripada Yogyakarta atau Solo? Misal kamu beli nasi ayam di pinggiran jalan di Jakarta, bisa habis Rp 25.000,- dan di Surabaya habis Rp 18.000,-, sedangkan di Jogja, kamu cuma ngeluarin duit Rp 10.000,- sudah termasuk minum. Berikut mengapa alasan mengapa biaya hidup (khususnya buat makan) di suatu kota bisa mahal. Makan biasa aja Faktor Produksi dan Teori Ekonomi Klasik Kembali kepada teori ekonomi mengenai permintaan dan penawaran, bahwa adanya permintaan dan penawaran tersebut dikarenakan tidak adanya faktor produksi yang memadahi, misalnya bahan-bahan makanan, tenaga kerja, alat produksi, dan lahan tempat memproduksi sesuatu. Semakin sedikitnya faktor produksi yang dimiliki suatu wilayah, maka akan mendorong wilayah tersebut melakukan permintaan kepada wilayah lain, yang nantinya menyebabkan biaya dari suatu produk tersebut tinggi. Misalnya saja di Jakarta. Jakarta ti